25 Jul 2010

Sejarah Beton untuk Konstruksi di Lingkungan Laut

Pembangunan Mercusuar Eddystone

Pada tahun 1756, seorang Inggris bernama John Smeaton, yang terkenal sebagai orang pertama yang menyebut dirinya civil engineer, mendapat tugas untuk membangun mercusuar di atas batu karang Eddystone Rock, Inggris. Menyadari bahwa ia harus berurusan dengan ombak dan reaksi kimia yang ditimbulkan oleh air laut, Smeaton pun merancang semen baru yang lebih kuat dan tahan lama daripada yang saat itu umum digunakan. Pada masa itu, umumnya semen terbuat dari campuran tradisional antara slaked lime (hasil pembakaran batu kapur) dan pozzolan yang memang sudah digunakan semenjak jaman Romawi. Dari berbagai percobaan, ia menemukan bahwa batuan yang menghasilkan mortar terbaik berasal dari kalsinasi batu kapur (limestone) yang mengandung material lempung dalam jumlah tertentu. Inilah pertama kalinya dunia mengenal semen hidrolis (hydraulic cement), yang merupakan cikal bakal dari teknologi berikutnya, protland cement.


 Gb. 1. Mercusuar Eddystone
Mercusuar ini bertahan selama 120 tahun sebelum ia runtuh akibat kegagalan pondasi.

Pada tahun 1818, melalui investigasi yang dilakukan oleh L.J. Vicat di Prancis, produksi kapur hidrolis buatan (synthetic hydraulic lime) pun dimulai. Material ini diproduksi dari campuran artifisial antara high-purity limestone dengan lempung. Teknologi produksi semen portland yang sangat kita kenal pun bermula dari sini. Berkat penemuan ini, Prancis dan Britania menjadi negara-negara nomor satu dalam perkembangan semen dan beton dunia di abad 19.

Ditemukan: Penyebab Kerusakan Beton pada Lingkungan Laut


Vicat adalah orang pertama yang mengemukakan gagasan bahwa kerusakan mortar oleh air laut berasal dari interaksi kimia antara Ca(OH)2 pada mortar dengan MgSO4 yang dibawa air laut. Kesimpulannya ini didukung dengan fakta-fakta sejenis mengenai kerusakan mortar pada tanah-tanah yang mengandung sulfat di selatan Perancis.

Beberapa usaha dilakukan untuk menghindari terjadinya reaksi antara semen dengan air laut, salah satunya adalah mengganti semen kapur-pozzolan dengan semen portland. Namun ternyata usaha ini belum membuahkan hasil yang diinginkan. Semen portland masih mengeluarkan sejumlah Ca(OH)2, membuatnya lemah terhadap air laut.

Gagasan Vicat ini mendapat perhatian dari peneliti lain. J. Bied, seorang insinyur yang juga berasal dari Perancis, menemukan semen yang tidak mengeluarkan kalsium silikat, disebut sebagai high-alumina cement. Penyusun utama semen ini adalah monokalsium aluminat. Semen ini mampu menunjukkan ketahanan sempurna terhadap air laut maupun senyawa sulfat lain. Sayangnya kekuatan dari semen ini justru melemah pada kondisi panas dan lembab oleh karena itu penggunaanya untuk struktur dilarang di kebanyakan negara.

Namun ternyata tidak hanya sulfat saja yang harus diwaspadai. Menurut J. Fled dalam buku Construction Failure, CO2 adalah faktor lain yang tidak boleh diabaikan. Beberapa dokumentasi mengenai kegagalan struktur menggiringnya pada kesimpulan ini. Pada 1955, sebanyak 70% dari 2500 tiang penyangga Jembatan James River di Virginia dinyatakan rusak dan diganti dengan yang baru. Sementara pada 1957, 750 tiang di sekitar Ocean City, New Jersey rusak; diameternya berkurang dari 550 mm menjadi 300 mm. Setelah dilakukan investigasi, ditemukan bahwa air laut pada kedua lokasi tersebut memiliki kadar CO2 dalam jumlah yang tinggi. Selain itu, berdasarkan penelitian, Gjorv (1971) dan Regourd (1975) menemukan bahwa permeabilitas beton lebih menentukan kekuatan struktur daripada perbedaan komposisi semen Portland.

Ketahanan struktur terhadap terpaan gelombang dan massa air laut pun menimbulkan masalah lain. Banyak kerusakan struktur terjadi akibat rendahnya kekuatan tarik dan lentur dari beton, terjadi pada struktur yang tidak diperkuat dengan tulangan baja. Jika ingin diberi tulangan, insinyur pun harus mempertimbangkan pengaruh air laut terhadap korosi baja.

Next: Tulangan dan Korosi Akibat Air Laut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar