7 Apr 2011

UU No 18 Tahun 2008 untuk Pengelolaan Sampah Masyarakat

Penerapan UU Nomor 18 Tahun 2008 dalam Pengelolan Sampah di Indonesia


UU No 18 Tahun 2008 merupakan acuan normatif dalam penyelengaraan pengelolaan sampah di Indonesia. Secara umum, dalam UU tersebut diatur mengenai hak dan kewajiban pemerintah dan masyarakat, garis besar pengelolaan sampah, hubungan pemerintah dengan masyarakat dan badan usaha, serta acuan pembiayaan, kompensasi, dan sanksi.

Dalam undang-undang ini terlihat bahwa pemerintah telah menegaskan bahwa pengelolaan sampah tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah saja. Masyarakat dan pelaku usaha, sebagai penghasil sampah, juga memiliki tanggung jawab dalam mengelola sampah. Bahkan dalam undang-undang ini diatur pula bagaimana hubungan pemerintah dengan masyarakat dan pelaku usaha.

Meski demikian, hingga saat ini kondisi pengelolaan sampah di Indonesia masih belum memenuhi harapan. Adanya masalah dalam penampungan sampah, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari sumbernya, dan kelemahan pemerintah dalam mengelola dan mengawasi tidak dapat dipungkiri telah membuat negara ini penuh dengan sampah. Untuk itu, perlu adanya evaluasi dan langkah-langkah perbaikan dalam menerapkan UU No. 18 Tahun 2008 ini.

Sebagai evaluasi, perlu dilihat bagaimana perhatian pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha dalam mengelola sampah. Pemerintah tampak kurang serius dalam menjalankan amanat UU ini. Secara teknis, masih ditemukan banyak kekurangan, misalnya saja kondisi fasilitas pengelolaan sampah, metode pengumpulan yang masih menerapkan sistem open dumping, serta lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap sampah dari tempat-tempat produksi yang ada di wilayahnya. Begitu pula dengan masyarakat yang belum memiliki kesadaran untuk tertib dalam membuang dan mengelola sampah, tidak jarang usaha pemerintah menjadi sia-sia ketika berhadapan dengan masyarakat.

Untuk mengatasi masalah tersebut, harus ada penanganan-penanganan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dimulai dari level kebijakan dan perencanaan, pemerintah harus benar-benar menetapkan visi dan arah gerak yang jelas dalam pengelolaan sampah. Hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing tanpa harus menunggu arahan dari pusat karena UU telah memberikan ruang yang cukup banyak bagi pemerintah daerah untuk merencanakan dan mengelola sampah dalam kawasannya. Visi ini dapat tercapai melalui perencanaan yang jelas dan cermat, didukung oleh pendanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang tegas. Masyarakat pun harus melakukan perbaikan dalam mengelola sampahnya, misal dengan sanitasi berbasis masyarakat (sanimas). Dengan sanimas, setiap warga dapat berperan aktif dalam menyadarkan, mencerdaskan, dan membantu pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga lain. Seperti yang dijelaskan dalam UU, dibutuhkan adanya pengelolaan sampah sejak dini, yaitu dengan pengurangan, pemilahan, dan pengumpulan sampah dari sumbernya. Pengelolaan sampah dari sumbernya seperti ini akan memberi efek yang sangat baik bagi proses pengelolaan selanjutnya. Untuk pelaksanaannya, masyarakat dapat berpedoman pada acuan-acuan teknis seperti SNI yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Semua usaha ini akan lebih berarti lagi jika lembaga-lembaga sosial yang bergerak dalam lingkungan hidup dan mahasiswa dapat ikut mengembangkan pengelolaan sampah, baik dalam pelaksanaan maupun dalam perencanaan.

Masalah persampahan di Indonesia, meski telah terjadi selama bertahun-tahun, tetap dapat diatasi. UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah telah memberikan pedoman yang cukup jelas bagi pelaksanaan pengelolaan sampah di Indonesia. Yang dibutuhkan adalah kesadaran dari pemerintah dan masyarakat untuk memahami dan menaati hal-hal yang telah diamanatkan dalam undang-undang tersebut. Meski demikian, harus ada evaaluasi dan inovasi yang terus dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan sampah di Indonesia. Dalam hal ini, mahasiswa dan LSM atau organisasi lain yang peduli pada lingkungan dapat berpartisipasi sebesar-besarnya untuk mendukung usaha pemerintah dan masyarakat.


Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknik Sanitasi.

27 Feb 2011

Haru Dalam Senyum

Suatu hari, seorang anak laki-laki bergoyang di tengah keramaian penumpang KRL Jakarta-Depok. Usianya sekitar enam sampai tujuh tahun dan terlihat menggemaskan dengan pipi gembul ditambah joget yang ala kadarnya, maju mundur mengikuti lagu. Melihat hal seperti ini, tidak tahan rasanya untuk tidak tersenyum.
Meski lucu, ada yang beda dengan anak ini. Dia bergoyang bukan hanya karena senang, tapi juga karena sedang bekerja. Di belakangnya, seorang wanita -mungkin ibunya- mengikuti dengan mesin karaoke kecil di tangan. Sambil tersenyum, si ibu sesekali menunduk dan tersenyum kepada penumpang kereta yang memberi uang pada anaknya.

Sedih rasanya melihat anak sekecil itu harus membantu orang tuanya mencari uang. Dirinya yang masih polos dan belum mengenal kerasnya hidup hanya bisa bergoyang menemani ibunya yang bekerja. Baginya, setiap goyangan adalah penghormatan pada sang ibu yang telah bernyanyi pada penumpang kereta. Namun mungkin bagi sang ibu, anaknya telah memberi lebih dari itu, ia telah membantu ibunya mencari uang sekedar untuk menjaga dapur tetap berasap.

Saya termasuk beruntung karena tidak melewati masa kecil seperti si anak ini. Jika dahulu saya sering diajak bepergian sambil dipamerkan pada teman-teman orangtua saya, anak ini justru harus melihat ibunya bekerja keras di tengah keramaian kereta. Sayangnya saya sering lupa dari mana rezeki ini datang. Meski sudah sering dicontohkan, kadang untuk melepaskan sekeping uang pada saudara-saudara yang kurang beruntung saya masih enggan. Banyak alasan telah mengeraskan hati ini.

Duhai anak kecil yang meminta receh pada orang-orang, semoga hidupmu selalu barokah meski tidak seindah anak-anak lain.
Ya Allah, ampuni diriku yang lemah ini. Jadikan aku menjadi orang yang bermanfaat bagi diriku dan orang-orang di sekitarku, jangan biarkan aku sia-siakan nikmatmu. amin