Rabu, 23 Juli 2015. Hari pertama bekerja setelah Lebaran.
Pegawai A: "Her, aku kurang percaya dengan emas karena sifatnya tidak liquid dan selisih harganya jauh sekali antara harga jual Antam (Rp 521,000/gr) dan harga beli (Rp 490,000/gr)."
Belakangan ini tema tentang investasi memang sedang marak dibahas di kantor saya. Alasannya, tidak lain karena mayoritas kami adalah anak muda (bujang -red) yang sedang menyiapkan pernikahan dan karena adanya THR yang rasanya sayang jika dihabiskan. Maka kami berpikir untuk menabung. Masing-masing punya caranya, tapi saya pilih EMAS.
Memang harus diakui harga saat ini sangat menyedihkan. Meskipun harga emas dunia turun, harga jual ANTAM masih flat dan menyisakan selisih yang besar dengan harga beli kembali (buy-back nya). Lihat grafik berikut (http://harga-emas.org/grafik/)
Tapi apabila saya melihat emas sebagai alat investasi jangka panjang, baru terlihat return yang bagus. Seperti terlihat di grafik berikut.
Seperti yang disampaikan dalam artikel Forbes tentang prediksi turunnya harga emas, meskipun harga jual sedang turun, saya masih bisa berharap bisa menikmati panen besar di saat investasi lain mengalami bubble (yang diprediksi akan datang kembali).
Terlepas dari kondisi sekarang, saya percaya bahwa logam mulia ini akan terus menjadi alat lindung nilai terbaik. Emas adalah alat tukar pertama yang oleh economist disebut "the real money".
Kata kawan saya yang lain, "Di jaman Khalifah, satu ekor kambing itu dihargai 1 Dinar. Dan sampai sekarang, ternyata harga satu ekor kambing masih 1 Dinar (sekitar Rp 1,400,000/ekor).
Akhirnya saya berkata pada kawan saya "Untungnya kita masih pegawai baru, jadi belum bisa investasi besar-besaran. Lebih baik kita diversifikasi tabungan kita, at least saya tetap nabung emas sebagai kencrengan saja. Kecil tapi rutin, supaya bisa dinikmati di masa depan. Seperti dahulu anak kecil menabung koin."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar